Selasa, 5 Oktober 2010

MENCARI REDHA ALLAH

Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan diri ini .Anakku yang sulung telah berjaya menciptakan blog yang cantik ini.Bagiku ia adalah yang kejayaan yang besar setelah sekian lama aku impikan satu blog untuk menulis lakaran tentang apa yang terlintas di fikiran.

Tajuk blog ku seperti yang tertera MENCARI REDHA ALLLAH..Setiap  orang melakukan sesuatu pasti ada tujuannya.Ada yang bertujuan untuk mendapat pujian dari orang lain,ada yang tak tahu kenapa dia melakukan sesuatu perkara dan ada yang melakukan kerana Allah.

Melakukan sesuatu atas niat mendapat pujian dari orang lain adalah riya.ia adalah salah disisi islam seperti hadis yang bermaksud:

"Sesungguhnya yang paling ditakutkan dari apa yang saya takutkan menimpa kalian adalah asy syirkul ashghar (syirik kecil), maka para shahabat bertanya, apa yang dimaksud dengan asy syirkul ashghar? Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ar Riya’.” (HR. Ahmad dari shahabat Mahmud bin Labid no. 27742)

Arriya’ (الرياء) berasal dari kata kerja raâ ( راءى) yang bermakna memperlihatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan riya’ adalah memperlihatkan (memperbagus) suatu amalan ibadah tertentu seperti shalat, shaum (puasa), atau lainnya dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian manusia. Semakna dengan riya’ adalah Sum’ah yaitu memperdengarkan suatu amalan ibadah tertentu yang sama tujuannya dengan riya’ yaitu supaya mendapat perhatian dan pujian manusia.

Para pembaca yang mulia, perlu diketahui bahwa segala amalan itu tergantung pada niatnya. Bila suatu amalan itu diniatkan lkhlas karena Allah subhanahu wata’ala maka amalan itu akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Begitu juga sebaliknya, bila amalan itu diniatkan agar mendapat perhatian, pujian, atau ingin meraih sesuatu dari urusan duniawi, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala.


Alangkah indahnya perkataan imam al-fudhail bin iyadh dalam menjelaskan riya’ :
“Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya` sedangkan beramal karena manusia adalah kesyirikan, adapun yang namanya ikhlash adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.”
Maksud beliau adalah apabila ada seseorang meninggalkan amal kebaikan karena takut riya` seperti dia tidak mau shalat sunnah karena takut riya’, berarti dia sudah terjatuh pada riya` itu sendiri. Yang seharusnya dia lakukan adalah tetap melaksanakan shalat sunnah walaupun di sekitarnya ada orang dengan tetap berusaha untuk ikhlash dalam amalnya tersebut.
[Lihat: Tazkiyyatun Nufuus, karya Ibnu Rajab, Ibnul Qayyim dan Abu Hamid, hal.17, dengan beberapa perubahan.]
 


Pengobatan Riya’
Di antara cara untuk mencegah dan mengobati perbuatan riya’ adalah:

1. Mengetahui dan memahami keagungan Allah subhanahu wata’ala, yang memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna.

Ketahuilah, Allah subhanahu wata’ala adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat serta Maha Mengetahui apa-apa yang nampak ataupun yang tersembunyi. Maka akankah kita merasa diperhatikan dan diawasi oleh manusia sementara kita tidak merasa diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala?
Bukankah Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):“Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Allah mengetahuinya”, …” (Ali Imran: 29)

2. Selalu mengingat akan kematian.

Ketahuilah, bahwa setiap jiwa akan merasakan kematian. Ketika seseorang selalu mengingat kematian maka ia akan berusaha mengikhlaskan setiap ibadah yang ia kerjakan. Ia merasa khawatir ketika ia berbuat riya’ sementara ajal siap menjemputnya tanpa minta izin terlebih dahulu. Sehingga ia khawatir meninggalkan dunia bukan dalam keadaan husnul khatimah (baik akhirnya) tapi su’ul khatimah ( buruk akhirnya).

3. Banyak berdo’a dan merasa takut dari perbuatan riya’.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita do’a yang dapat menjauhkan kita dari perbuatan syirik besar dan syirik kecil. Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dan At Thabrani dari shahabat Abu Musa Al Asy’ari bahwa Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia takutlah akan As Syirik ini, sesungguhnya ia lebih tersamar dari pada semut. Maka berkata padanya: “Bagaimana kami merasa takut dengannya sementara ia lebih tersamar daripada semut? Maka berkata Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam :”
Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ إناَّ نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ, وَ نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُه
“Ya, Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang kami ketahui. Dan kami memohon ampunan kepada-Mu dari dosa (syirik) yang kami tidak mengetahuinya.”

4. Terus memperbanyakkan  amalan shalih.

Berusahalah terus memperbanyakkan amalan shalih, baik dalam keadaan sendirian atau pun dihadapan orang lain. Karena tidaklah dibenarkan seseorang meninggalkan suatu amalan yang mulia karena takut riya’. Dan Islam menganjurkan umat untuk berlomba-lomba memperbanyak amalan shalih. Bila riya’ itu muncul maka segeralah ditepis dan jangan dibiarkan terus menerus karena itu adalah bisikan setan.
.
Beberapa perkara yang bukan termasuk riya’

1. Seseorang yang beramal dengan ikhlas, namun mendapatkan pujian dari manusia tanpa ia kehendaki.

Diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dari shahabat Abu Dzar, bahwa ada seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam : “Apa pendapatmu tentang seseorang yang beramal (secara ikhlas) dengan amal kebaikan yang kemudian manusia memujinya?” Maka Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam menjawab: “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin”.

2. Seseorang yang memperindah penampilan karena keindahan Islam.

Diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dari shahabat Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Tidaklah masuk Al Jannah seseorang yang di dalam hatinya ada seberat dzarrah (setitik) dari kesombongan.” Berkata seseorang: “(Bagaimana jika) seseorang menyukai untuk memperindah pakaian dan sandal yang ia kenakan? Seraya Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam menjawab: “Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala itu indah dan menyukai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain”.

3. Beramal karena memberikan teladan bagi orang lain.

Hal ini sering dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Seperti Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam shalat diatas mimbar bertujuan supaya para shahabat boleh menncontohinya. Demikian pula seorang pendidik, hendaknya dia memberikan dan menampakkan suri tauladan  yang baik agar dapat diteladani oleh anak didiknya. Ini bukanlah bagian dari riya’, bahkan Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي الإِْسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang memberikan teladan yang baik dalam Islam, kemudian ada yang mengamalkannya, maka dicatat baginya kebaikan seperti orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikitpun dari kebaikannya.” (HR. Muslim no. 1017)

4. Bukan termasuk riya’ pula bila ia semangat beramal ketika berada ditengah orang-orang yang lagi semangat beramal.

Karena ia merasa terdorong untuk beramal shalih. Namun hendaknya orang ini selalu mewaspadai niat dalam hatinya dan berusaha untuk selalu semangat beramal meskipun tidak ada orang yang mendorongnya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan